CERITA SEKS 18+ | Sebetulnya
aku agak segan juga mendekatinya, karena begitu santun dan alim perilakunya,
serta perbedaan umur kami yang terpaut seperempat abad.
Suatu sore
aku melihatnya sedang duduk di beranda depan Ruang Guru, sepertinya sedang
menunggu hujan yang sedari siang tadi mengguyur kota Solo dengan deras.
Perlahan aku pun mendekati, hingga kemudian duduk di sebelahnya.

“Assalamualaykum,
Bu Aisya”
“Waalaykumsalam
… Ehh, Pak Hadi. Belum pulang Pak?”
“Belum.
Ibu sendiri kenapa belum pulang?”
“Menunggu
hujan reda, Pak. Deras sekali hujannya, nggak berhenti berhenti dari tadi
siang.”
Sembari
mendengar suaranya yang merdu, mataku sedikit melirik ke arah dadanya yang
sedikit membusung. Jilbab panjangnya yang berwarna krem tak mampu menutupi
kenyataan bahwa payudara akhwat ini memang cukup besar. Aku taksir ukurannya
sekitar 36B. Cara duduk Aisya juga begitu anggun. Ia menyilangkan kaki,
sehingga rok panjangnya sedikit tertarik ke atas dan memperlihatkan sedikit
bagian betisnya yang tertutupi oleh kaos kaki berwarna putih.
Kurasa
inilah saatnya bagiku untuk bisa menaklukkan rekanku sesama guru yang
menggairahkan ini. Kulihat kiri dan kanan tak ada seorang pun yang lewat karena
aktivitas kampus memang sudah selesai semua. Hasrat mudaku pun kembali
bergelora, aku pun mulai membaca-baca wirid pemikat yang dulu kupelajari di
Gunung *****. Namun tanpa kuduga, Aisya tiba-tiba berdiri hingga aku pun
terlepas dari kekhusyukan wiridku.
“Mau ke
mana, Bu ?” Aku selalu memanggilnya dengan panggilan Bu Aisya, selain sebagai
rasa hormat, juga untuk menyingkirkan perbedaan umur yang cukup jauh di antara
kami berdua.
“Sepertinya
hujannya masih lama berhentinya, saya mau toilet dulu yah, permisi …
Assalamualaykum,” jawabnya sambil berlalu ke arah toilet guru.
Aku yang
sudah setengah jalan membaca wiridku pun tak tinggal diam. Aku selesaikan
pembacaan wiridku dengan sungguh-sungguh hingga siapapun yang melihat tatapan
mataku akan jatuh hati dan menuruti semua kemauanku. Ilmu ini telah kukuasai
sejak lulus kuliah dulu. Beberapa kawan pengajian ada yang memberikan informasi
tentang wirid ini, dan aku pun langsung mencarinya sampai ke Gunung ***** dan
akhirnya aku pun berhasil mendapatkannya, dengan perjuangan yang tak bisa
dibilang ringan.
Setelah
aku merasa percaya diri dengan wiridku, aku pun langsung mengikuti Aisya hingga
ke toilet yang berada di belakang ruang guru. Aku tahu seluruh guru telah
pulang, karena akulah yang terakhir berada di ruang guru tadi, jadi sepertinya
rencana sore ini akan aman. Ketika kutengok ke setiap sudut toilet, tidak
tampak sosok Aisya. Ketika kudengar gemericik air di kamar mandi wanita, maka
aku pun menyimpulkan bahwa Aisya pasti sedang pipis.
Dengan
cekatan aku pun memasang badan di depan tempat kamar mandi sambil menunggu
Aisya keluar. Benarlah, tak lama kemudian sesosok tubuh yang sintal berjilbab
panjang keluar dari kamar mandi tersebut. Tanpa menunggu lama, aku pun langsung
melancarkan pandangan mautku.
“Bu Aisya
…”Ujarku sambil mencegat dan menatap mata Aisya. Mata nan indah itu tiba-tiba
menjadi sayu seperti orang yang hilang kesadarannya. Tapi sebenarnya
kesadarannya tidak hilang, hanya nafsu seksualnya saja yang tiba-tiba
menggelegak.
“Akhhh …
Pak Hadi …” Efek dari ilmuku begitu cepat hadirnya, kini Aisya pun telah
terjebak dalam permainan nakalku.
Tubuh kami
berdua tiba-tiba mematung, tak bergerak sedikit pun. Sunyi, tak ada yang
bersuara.Hingga akhirnya Aisya sendiri yang memecah keheningan itu dengan
berjalan tapak demi tapak ke arahku. Saat ia telah tepat berada di hadapanku,
ia pun memeluk tubuhku yang berbulu lebat ini. Begitu saja aku sudah gembira
bukan kepalang. Seorang guru psikologi yang alim dan berjilbab panjang dengan
ikhlas tengah memelukku untuk mendapatkan kehangatan birahi dariku. Dapat
kurasakan dadanya yang besar naik turun, jantungnya berdetak begitu cepat,
tanda-tanda seorang wanita tengah terkena badai gairah.
Untuk
berjaga-jaga agar tak terlihat orang, aku pun menggandengnya ke belakang tempat
wudhu, sebuah kebun yang cukup tertutup, sehingga terasa aman. Aisya pun
menurut saja ketika aku menyandarkan tubuhnya ke dinding, pipinya yang merah
benar-benar menggodaku untuk langsung mengecupnya dengan lembut. Tubuh kami
berpelukan erat, dan bibirku pun mulai menjelajahi wajah ayu sang akhwat.
“Pak Hadi
… apa yang Bapak lakukan? Ini salah pak …” dalam kondisi bergairah pun Aisya
masih mampu berpikir tentang salah dan benar, aku pun takjub dibuatnya.
Biasanya para korbanku akan langsung pasrah saja menerima apa yang aku lakukan.
Ohh … aku makin tak sabar untuk menikmati tubuhnya yang suci ini.
“Nikmati
saja Aisya, Bapak janji akan memberikanmu kenikmatan yang tak pernah kau reguk
sebelumnya.” Bisikku sambil mejilati pipinya yang ranum. Ahhh … dia langsung
mendesah ringan merasakan hangat dan basahnya lidahku di lesung pipitnya.
Tangan
kiriku menggenggam erat tangan kanan Aisya dan sedikit menelikungnya ke
belakang. Dapat kurasakan basahnya air wudhu masih mengaliri lengannya yang
halus dan putih. Sementara itu, tangan kananku pun mulai berani menelusuk masuk
ke balik jilbab panjangnya. Satu persatu kancing jubahnya aku lepas, hingga
payudaranya yang besar itu pun menyembul keluar.
“Ukhti …
toketnya besar sekali yah, boleh Bapak remas?”
“Ahhh …
ahhh, boleh Pak. Remas saja …” Jawab Aisya di sela-sela kehausan birahinya. Ia
kini mencari cari bibirku untuk dikecupnya, tampaknya dia lumayan ahli juga
dalam masalah seksual.
“Ukurannya
berapa Bu?”
“36B, Pak.
Dan tolong panggil saya Aisya saja … ahhh”
“Besar
juga yah Ma, Bapak jadi nafsu banget ngeliat toket kamu.”
Kali ini
aku tanganku berganti posisi, tangan kananku berubah menelikung tangan halus
Aisya, sedangkan yang kiri meremas2 payudara yang berbungkus bra putih berenda
itu perlahan-lahan. Aisya sepertinya belum pernah diperlakukan seperti ini
sebelumnya, sehingga dia kaget dan desahannya menjadi tak tertahan. Aku pun
langsung menutup mulutnya dengan bibirku, dan memainkan lidahku di dalam
mulutnya yang manis. Aisya yang tak mengerti apa-apa hanya membalas permainan
lidahku sebisanya, matanya tampak sayu di balik kacamata yang membuatnya tambah
manis itu.
Beberapa
menit kami bertahan dengan posisi itu, hingga Aisya pun menggerakkan tangannya
untuk memeluk pinggulku. Melihatnya sudah mulai agresif, aku pun mengendurkan
telikunganku ke tangannya dan ikut memeluk pinggulnya. Pinggul nan padat itu
terasa seksi dan sintal sekali. Belum pernah aku merasakan tubuh wanita yang
benar-benar sempurna seperti ini. Aku pun mulai berani merangsang Aisya, guru
berkacamata dan berjilbab panjang itu dengan kata-kata kotorku.
“Aisya …
mau gak ukhti lihat kontol Bapak?”
Dia tampak
terkejut dengan kata-kataku. Wajahnya memerah dan terasa dadanya bergetar
kencang. Namun akhirnya dia pun menyerah dan menganggukan kepala, “Mau Pak.”
“Tapi
kontol bapak kan hitam, lagipula udah bekas dipakai Bu Maryam (istriku)”
“Gak
apa-apa Pak, Aisya udah gak tahan …” Ia pun akhirnya jujur tentang perasaannya,
aku pun tak ingin membuatnya menderita lebih jauh dan langsung mengeluarkan
kontolku dari balik celana panjangku.
Dengan
gerakan reflek, Aisya langsung menggenggam kontolku dengan tangannya, hingga
membuatku serasa melayang. Tangannya begitu halus dan lembut, ahh, serasa di
surga. Aku singkapkan jilbab panjangnya dan langsung kepalaku aku masukkan ke
baliknya guna mengemut payudara Aisya yang demikian menantang. Putingnya telah
membesar, warnanya merah muda, bentuknya juga bulat sempurna, benar2 payudara
idaman setiap pria. Kami pun saling memuaskan gairah masing-masing hingga
matahari tak terasa mulai turun.
Aku pun
kaget dibuatnya, menurut guruku, ajian pemikat yang kupakai ini akan hilang
khasiatnya bila azan berkumandang. Aku pun berinisiatif untuk menuntaskan
hajatku dan yang lebih penting lagi … membuat agar Aisya mau melakukannya lagi
denganku di kemudian hari, kalau perlu tanpa ajian pemikat sekalipun.

“Aisya,
coba kamu berbalik sayang …”
Ia pun
menurut sambil mendesah ringan. Aku remas pantatnya dari balik roknya hingga
Aisya sedikit mengerang, suaranya terdengar begitu binal, berbeda sekali dengan
kesehariannya yang biasa bersuara lembut, merdu dan anggun. Sedikit demi
sedikit aku angkat roknya hingga ke pinggang dan aku turunkan celana dalamnya
yang berwarna putih berenda, hampir mirip dengan corak bra-nya. Aisya memang
suka sekali dengan warna putih, yang identik dengan kesucian, walau sebentar
lagi kesucian yang selama ini dijaganya akan kurenggut dengan penuh kenikmatan.
Tangan
kiriku mulai meraba-raba memeknya yang sudah basah oleh lender kemaluan. Aisya
tampak telah begitu terangsang, aku pun langsung memposisikan kontolku di depan
memeknya. Aisya mendesah makin keras ketika ujung kontolku menempel di bibir
memeknya, lehernya kuciumi dengan lembut dan kuperlakukan ia seperti istriku
sendiri. Bedanya kami tidak berada di ranjang yang empuk, tapi sedang bersandar
di kebun belakang Ruang Guru tempat kami bekerja. Sebentar Aisya membetulkan
letak kacamatanya yang telah bergeser kesana kemari, dan pada saat yang sama
aku pun menghujamkan penis hitamku ke dalam memeknya, Ughhh …
“Ahhhhhhh,
Paaaaakkk Haddiiiii … Kontolnya gedeeeee ….” Aku tak menyangka Aisya yang
begitu alim bisa mengeluarkan erengan binal seperti itu. Memeknya tampak
berkedut-kedut menghisap kontolku penuh birahi. Tak sesempit milik Aini memang,
tapi tubuh Aisya begitu harum hingga aku benar-benar bergairah dibuatnya. Tak
lama kemudian aku pun menyentuh selaput daranya dan … ahhh, aku kembali
memerawani akhwat berjilbab panjang, cantik pula.
Aku pun
mendapat ide untuk merekam persetubuhanku dengan Aisya, sang akhwat alim itu.
Aku keluarkan handphoneku yang berkamera lalu merekam video persetubuhanku
dengan wanita berjilbab yang telah lama kuidamkan ini dari arah kanan, sambil
tetap menggenjot memeknya yang telah terasa begitu licin karena cairan
birahinya yang membanjir. Sengaja aku hanya menyorot tubuhnya saja dan membuat
sedemikian rupa agar wajahku tak ikut terekam, Ohh, pintarnya aku. Dia pasti
tak akan bisa menuntutku balik karena tak ada bukti aku pernah menyetubuhinya,
tapi ada bukti kalau ia pernah meringis-ringis kenikmatan ketika disetubuhi
pria yang bukan mahromnya.
Beberapa
menit kemudian, tubuh Aisya terasa menegang. Aku yang sudah pengalaman tentu
tahu kalau ini adalah cirri-ciri wanita yang akan orgasme. Aisya begitu
menikmati pengalaman pertamanya bersetubuh denganku, tak heran kalau ia bisa
secepat itu mencapai orgasme. Ia pun mulai meraung mencari kenikmatan
sejatinya. Pinggulnya maju mudur mengikuti genjotan kontolku di memeknya yang
suci itu.
“Ahh …
ahhh … ahh, Aisya mau pipis pakk …ahh”
“Lepaskan
semua birahimu sore ini sayang … Bapak akan buat kamu melayang”
“Ahhh
ahhhhhhhhhhhh ahhhhhhhhhhhh, Pakkkkkkkkk …………. Aisya gak kuat ………..” sedetik
kemudian cairan cinta dalam jumlah yang banyak terasa menyiram kontolku di
dalam memek Aisya. Aisya pun langsung ambruk setelah orgasme yang mungkin baru
pertama kali ia rasakan seumur hidupnya.
Baru
pertama kali ini aku bersetubuh dengan seorang wanita di mana wanita itu
langsung ambruk setelah orgasme. Aisya adalah salah satu wanita terunik yang
pernah kurasakan. Untungnya tepat setelah itu baru adzan maghrib berkumandang,
tanda ajian pemikatku sudah tak ada pengaruhnya lagi pada diri Aisya. “Untung
saja dia langsung ambruk,” pikirku.

Aku
menyeka keringat yang bergulir di pipi akhwat yang cantik itu sambil memeluknya
di bahuku. Aku pun mengeluarkan sapu tanganku dan mengelap kemaluannya yang
telah banjir dengan cairan kenikmatannya sendiri. Setelah itu aku rapikan
jubah, rok dan jilbabnya, aku masukkan kembali payudaranya yang indah yang tadi
menyembul keluar, kemudian aku gendong tubuh indah seorang Aisya Pradana menuju
mobilku. Selama menggendong Aisya, jujur birahiku naik turun. Tak tahan ingin
kembali menggumulinya, tapi aku musti bersabar, karena orang sabar disayang
Tuhan katanya. Entah petualangan apa lagi yang akan kujalani dengan Aisya.
Tag :
CERITA NGENTOT
0 Komentar untuk "CERITA SEKS 18+ | Mengentot Badan Guru SMP"